Sama halnya dengan karya sastra pujangga Melayu lama, sastra pujangga Sunda lama berisikan nasihat, titah, petuah, yang mengajak pembaca berbudi pekerti baik. Penggarapannya secara serius juga baru dilangsungkan pada awal abad ke-20, sejalan dengan hadirnya Balai Pustaka. Selanjutnya, karya sastra Pujangga Lama juga telah berkembang di Jawa.
Karya-Karya Sastra Angkatan Balai Pustaka. KOMPAS.com - Periode sastra angkatan Balai Pustaka lekat dengan bahasa Melayu. Periode sastra angkatan ini muncul pada masa penjajahan belanda, sekitar tahun 1920-1930an. Dilansir dari Pengkajian Prosa Fiksi (2017) karya Andri Wicaksono, Balai Pustaka atau Kantor Bacaan Rakyat merupakan suatu lembaga
Periode Balai Pustaka muali muncul pada abad ke-20-an. Ada beberapa hal yang menjadi pembeda antara satu angkatan dengan angakatan yang lain. Selain mengambil latar belakang kehidupan masyarakat Minangkabau, pada sebagian karya sastranya, masih terdapat beberapa ciri-ciri lainnya yang cukup mencolok di antara karya sastra lainnya, diantaranya
Angkatan ini diberi nama Angkatan Pujangga Baru karena angkatan ini dipublikasikan lewat majalah Pujangga Baru. Angkatan Pujangga Baru terbentuk tahun 1933. Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sens0r yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut
ANGKATAN PUJANGGA BARU. Angkatan Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Angkatan Pujangga Baru (1930-1942) dilatarbelakangi kejadian bersejarah
Karya-karya yang ada pada angkatan balai pustaka memang dibuat sedemikian rupa agar tidak menyinggung perpolitikan kaum kolonial. Karya-karya dari balai pustaka disortir secara ketat untuk mengurangi kemungkinan ada karya-karya yang berbau menentang pemerintahan kolonial. Berikut contoh perbandingan dua buah novel angkatan 20-30an
Minatnya pada dunia sastra mendorongnya untuk memilih Balai Pustaka sebagai tempatnya bekerja. Ia berharap dapat menyalurkan minat sastranya di tempat tersebut, membaca dan mendalami karya-karya sastra yang tersedia di sana dan berkenalan dengan para sastrawan terkenal.
2. Novel Angkatan 30-an. Angkatan 30-an (Pujangga Baru) merupakan angkatan yang berani menampilkan perubahan. Perubahan ini tercermin dalam tema-tema yang diangkat tidak lagi terpengaruh oleh budaya dan adat masyarakat lama. Tokoh yang menonjol dalam angkatan ini antara lain, Armin Pane, Amir Hamzah, dan Sutan Takdir Alisyahbana.
2. Unsur religiusitas roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka mengandung aspek aqidah, syariah, dan akhlak yang tergambar dalam setiap perilaku tokoh yang dimainkan, di samping itu pengarang sendiri sebagai seorang agamawan yang begitu kental memasukkan unsur–unsur agama ke dalam roman ini. 3.2 Saran.
Selain ciri dari angkatan Balai Pustaka, berikut berupa karya sastra angkatan balai pustaka: Azab dan sengsara ditulis oleh Merari Siregar; Siti Nurbaya ditulis oleh Marah Roesli. Selain roman ada pula kumpulan puisi angkatan balai pustaka ini, yaitu percikan permenungan ditulis oleh Rustam Effendi dan Puspa Aneka ditulis oleh Yogi.
UGJr.